Gunung es yang Mencair



Bismillahirrohmanirrahiim
Sejak menikah februari 2017 lalu, saya resmi menjadi seorang istri. Pernikahan adalah sesuatu yang selalu dinanti, sesuatu yang membahagiakan. Namun karena tanpa persiapan, tidak punya ilmunya seperti apa itu pernikahan, tanggungjawab istri, dll maka saat berubah status ada banyak hal yang lumayan mengagetkan, bertanya-tanya, bener-bener masuk ke dunia baru.

Saya seorang perempuan yang saat single nggak betah di rumah, banyak sekali kegiatan, dari mulai berkomunitas dan bekerja. Sejak kecil diberi kebebasan sama orang tua dan ditinggal merantau sama orang tua jadi sejak kecil terbiasa mengambil keputusan sendiri, tidak izin ke orang tua saat mau melakukan apapun dan itu kebawa hingga dewasa. Saat menikah saya mengalami post power syndrom. Post Power Syndrom adalah saat diri merasa terenggut kekuasaaannya, powernya, misal karena pensiun dari pekerjaan, gada karyawan lagi. Ini tak hanya berlaku dalam pekerjaan tapi bisa juga dalam pernikahan.

Sebenarnya saya paham bahwa seorang istri harus taat patuh pada suami selama itu tidak bertentangan dengan syariat namun rasanya saat itu berat sekali adaptasinya, saya masih terbiasa memerintah, mengatur dan diikuti kemauannya. Jadi masalah diri yang membuat berat menjalani awal pernikahan. Mudah menangis dan mudah marah.

Pekerjaan saya dan berkomunitas pun saya terbiasa memimpin, ini terbawa ke kehidupan setelah pernikahan. Suami sering merasa saya banyak mengatur, bahkan suami pernah terucap “Kalau kaya gini terus kamu aja yang jadi kepala keluarga!” astagfirullah. Kata-kata ini sangat menampar saya. Kami tak jarang bertengkar karena kami sering berpeda pendapat, berbeda cara pandang. Saat itu saya merasa kenapa kehidupan rumah tangga kok seperti ini. Saya stress. Air mata tak pernah absen di awal pernikahan. Semakin tinggi harapan ke suami, semakin dalam kecewa semakin sesak dada.


Saya dan suami LDR sejak awal menikah, suami bekerja di Jakarta dan saya di Indramayu. Suami tipe laki-laki yang jarang bicara. Dingin. Namun sigap dalam tindakan. Namun sikap dingin nya membuat saya bingung harus berbuat apa, harus berkata apa, saya kesulitan komunikasi. Saat suami ada di rumah, itu pun hanya dua hari, kami malah berantem, diem-dieman dan menggantungkan masalah. Kondisi ini membuat saya tak nyaman, mungkin suami pun tidak nyaman berada di rumah. Kami sangat kaku. Suami lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya daripada di rumah. Jika saya protes suami akan bilang “Harusnya kamu bisa lebih mengerti daripada teman-teman mas” Jleb!!! Saya sadar ternyata dimata suami saya masih jauh dari harapannya. Saat itu saya hanya punya senjata doa. Cape rasanya dan mulai mundur dulu dengan membaca buku-buku pernikahan.


Hingga Allah mempertemukan saya dengan Institute Ibu Profesional (IIP). Kuliah online melalui group Whatsapp yang keren banget sistem belajarnya.


Saat saya baru masuk kelas Matrikulasi Batch5 dan alhamdulillah bersaman dengan kabar bahagia, saya diamanahkan hamil 5w4d. Bismillah semoga saya bisa amanah dengan amanah baru ini. Rasanya bahagia ini benar-benar komplit.  Sebelum matrikulasi saya masuk kelas Foundie terlebih dulu. Disinilah awal mula saya makin cinta sama IIP. Bergabung dengan para bunda yang super sibuk namun mampu menyelesaikan Nice homework/NHW di foundie membuat saya terus berpikir bahwa saya pun pasti bisa. Selain bunda-bunda sebenarnya ada juga yang masih single dan berstatus mahasiswa di sebuah Universitas di Bandung. Wah keren banget kan, belum nikah sudah memikirkan ilmu seputar perempuan, istri dan ibu dan rumah tangga.


Di kelas Matrikulasi sudah mulai ada NHW yang membuat saya membuka wawasan tentang pengasuhan anak maupun tugas dan tanggungjawab seorang istri. Di kelas itu saya mendapat banyak sekali pencerahan dari bunda-bunda hebat, yang membuat saya sadar bahwa saya tidak sendiri, malah bunda lain lebih kompleks masalah rumah tangganya. Apa yang membuat saya sangat bersyukur bertemu dengan IIP adalah karena IIP seperti pintu gerbang saya berkomunikasi dengan suami. Sedikit demi sedikit suasana yang kaku mencair juga. Di kelas Matrikulasi ada beberapa tugas yang harus di komunikasikan bersama suami. Seperti hari ini saat NHW kelas Matrikulasi perdana hadir, saya langsung hubungi tuan suami, meminta pendapatnya tentang NHW1 ini. Selain itu, Kabar bahagianya kami harus mengumpulkan tugas di Google Classroom (inilah alasan kedua makin cinta sama IIP) melalui Google Drive atau Blog. Saya benar-benar belajar banyak hal baru dari IIP.


NICE HOME WORK

Sebagai seorang pengajar di sebuah sekolah swasta, saya termasuk yang tidak suka memberikan homework.  Karena zaman sekolah dulu nggak suka banget kalau ada guru yang ngasih homework. Namun di IIP beda banget. Kita bakal senyum-senyum bahagia gitu pas dapet homework, terus semangat 45 buat ngerjainnya. Pantas saja di IIP disebutnya NHW atau Nice Homework. Bukankah ini PR yang nice saat menjadi jalan mencairnya komunikasi dengan pasangan hidup kita. It’s really nice, homework.


Setelah meminta pendapat dari suami hari ini saya langsung menuliskannya agar kelak ini menjadi acuan dalam melangkah bersama suami. Di NHW#1 ini ada 4 pertanyaan.

1. Tentukan satu jurusan apa yang hendak ditekuni di universitas kehidupan ini?
Saya memberikan 3 pilihan ke suami tentang ilmu apakah yang harus fokus saya kuasai ke depan. 1. Ilmu tentang islamic parenting, 2. Resep masakan 3. Bisnis
Saya juga bertanya ke temen-temen yang sudah berpengalaman menjadi seorang istri dan ibu. Dan jawabannya jatuh pada Islamic Parenting.

2. Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin menekuni ilmu Islamic Parenting?

Jauh dilubuk hati sebenarnya inilah yang saya inginkan perdalam ilmunya sejak menikah. Namun akan lebih mantap jika saya tahu apa harapan dari suami. Alhamdulillah ternyata kita sekufu. Sepemahaman dan se visi bahwa anak adalah titipan jadi harus dijaga dan dididik dengan benar. Tambah suami lagi, “karena kalau salah mendidik akan berdampak buruk bagi kedua orang tuanya begitupun sebaliknya. Sebagai orang tua kalau salah mendidik bagaimana akan mempertanggungjawabkan di akhirat kelak?”

Jleb banget!!! Ga bisa bilang apa-apa lagi deh, apalagi pas suami bilang apa resep masakan yang enak bakal ditanyain di akhirat kelak?

3. Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan direncanakan di bidang tersebut?

Ada kata-kata dari seorang penulis favorit saya, Febrianti Almeera yang keren banget.  Superman is dead, superteam is alive! Team. Yups saya akan belajar bersama suami tercinta, Andy Prayogi, namanya. Beliau adalah direktur di perusahaan rumah tangga kami, kepala sekolah di sekolah kehidupan kami.

Beliau akan menjadi learning partner saya. Kami siap menjadi guru sekaligus murid secara bersamaan. Disamping itu saya juga akan menyimak dan menyerap baik-baik materi parenting dari kelas IIP juga akan lebih giat mempelajari islamic montessori dan kisah para sahabat dan lain-lain.

4. Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, Perubahan sikap apa saja yang akan diperbaiki dalam menuntut ilmu tersebut?

Saya harus bisa memegang teguh adab dalam menuntut ilmu agar ilmunya bisa masuk dan berkah dan kelak bisa saya praktekan dalam keluarga. Saya juga harus berubah menjadi orang yang tak merasa sudah mengetahui banyak hal saat menuntut ilmu. Juga saya akan merapihkan buku-buku yang berkaitan dengan ilmu ini sehingga mudah dicari dan bisa terawat dengan baik. Sikap yang akan selalu saya awali sebelum mencari ilmu adalah meminta izin ke allah, meminta ridhoNya bahwa saya akan mempelajari ilmu ini sebagai bekal ibadah, mengabdi kepada Allah. Dan memohon bimbinganNya karena Allah adalah The real Murobbi.


NHW#1 merupakan pelajaran berharga bagi saya, sejak itu saya jadi terbiasa ngobrol dengan suami, meminta pendapat suami dan belajar untuk menuruti kemauan atau harapan suami. Saya mulai merasakan bahwa saat kita taat pada suami maka apa yang kita lakukan akan dimudahkan karena berkah.

 Sejak saat itu saya semakin semangat mengerjakan NHW demi NHW meski di akhir-akhir lumayan kurang maksimal karena kehamilan ini membuat sering pusing dan mudah lelah.
Alhamdulillah NHW setahap demi setahap membimbing saya untuk menemukan peran hidup saya. Saya semakin memilah apa yang harus saya pelajari, aktivitas mana yang harus saya ikuti dan tidak, hingga akhirnya saya memilih peran spesifik untuk menjadi full mom.

Bismillah, saya bahagia belajar ilmu parenting dan tak sabar menanti buah hati pertama kami. Alhamdulillah terima kasih Ibu Profesional. Kini saya semakin mencintai suami saya. Semakin mengenal suami saya dan bahagia. Kini, gunung es itu mulai mencair juga. Kita ini lemah dan tak berdaya tanpa pertolongan Allah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI SAKIT SAAT MENSTRUASI DENGAN ENEMA KOPI

Fokus Kekuatan, Siasati Kekurangan!

Memaknai Keajaiban