First Love
The years go by and time just seems to fly,
but memories remain.
Every time we embrace a memory,
we meet again with those we love....
for the heart never forget.
Time flies, but memories last forever
Sabtu malam yang
dingin, Nadia berdiri di depan rumah, memandangi
milyaran bintang. Pikirannya bercampur aduk. Disana ada bayangan lelaki yang
sempat singgahi hatinya. Sejak pertemuan tak sengaja itu ia selalu menyendiri.
Namanya
Rosyad, seorang lelaki yang hadir kembali dalam kehidupan Nadia setelah mereka terpisah di bangku SMP 12 tahun lalu. Nadia bertemu dengan Rosyad secara tidak sengaja di sebuah
pameran buku yang diselenggarakan di Alun-alun depan Masjid Agung Tasikmalaya. Kini
Rosyad menjadi seorang wartawan di sebuah surat kabar terbesar di Jawa Barat.
Beberapa
bulan ini, Nadia dan Rosyad mulai dekat. Tak disangka mereka memiliki
passion yang sama, tentang buku. Nadia pun tertarik
dengan dunia jurnalistik. Sejak saat itu, pertemuan menjadi suatu hal yang
biasa. Nadia banyak belajar tentang jurnalistik
dari Rosyad. Mereka saling mendukung satu sama lain. Nadia
merasa tidak canggung untuk bertemu Rosyad.
Tanpa
disadari, Rosyad sudah memenuhi ingatannya sepanjang hari.
“Nad kangen nih, kapan kita ketemu lagi?”
tiba-tiba BBM berbunyi mengagetkan lamunannya.
“Besok
sore boleh, sekalian minta tolong editin tulisan aku”balas nadia.
“ok”
Nadia sangat memahami ilmu tentang cinta yang belum halal.
Selama ini Nadia selalu menjaga agar tidak terjebak oleh arus pacaran.
Tapi cinta ini hembusannya halus, menelusup ke dalam hati, tanpa disadari. Ia
benar-benar terperangkap dalam getaran rasa. Dia merasakan getaran yang tidak
biasa, entah darimana datangnya. Di hatinya hanya ada Rosyad, namun setiap
berdoa ia selalu merasa aneh, kenapa terasa berbunga-bunga mencintai seseorang
namun hati selalu gelisah.
“Tulisannya
udah bagus ko, Coba tambah lagi narasumbernya, kalau mau nulis report minimal
harus ada 2 narasumber yang berkaitan dengan topik ini.”Rosyad memberinya
masukan sambil memegang kertas A4 itu.
“Oh
gitu ya, oke deh nanti aku revisi lagi, thanks ya” jawab Nadia sambil melihat
sungai di taman kota.
Mereka
duduk berhadapan namun terhalang oleh meja panjang milik penjual mie ayam.
Nadia merasa kikuk dan entah harus bicara apalagi. Sesekali dia mencuri
pandang, begitupun dengan Rosyad. Mereka kini membisu, sibuk dengan suara
hatinya masing-masing. Entah apa. Sebelum pasukan malam datang, mereka saling
berpamitan.
Musim
berganti, bulan demi bulan berlalu. Nadia semakin nyaman dengan pertemuan
rutinnya. Rosyad selalu ia sebut dalam doanya.
Hingga suatu malam Rosyad mengirimkan sms yang
sebelumnya tidak pernah menjadi masalah buat Nadia.
“Nad lagi dimana? kangen nih.”
Tiba-tiba hati Nadia berontak. Ia merasa ada yang
salah dengan sms itu. Lalu ia teringat sms-sms Rosyad sebelumnya, “Nadia lagi
apa?”, “Nad ketemuan yuk, kangen”. kangen???? Nadia merasa bahasa sms itu terlalu personal, Nadia tak
memungkiri bahwa selama ini dia merindukan Rosyad, namun diungkapkan seperti
itu rasanya aneh dan tak menentu.
Bagaimana mungkin sms seperti itu dikirimkan pada
seseorang yang bukan suami/istri kita lalu bagaimana jika suatu saat kami tidak berjodoh lalu menikah dengan laki-laki lain namun punya
kenangan seperti itu dengan orang yang belum halal, ah ini jelas salah. Bisik hatinya.
Nadia mengurung dirinya di kamar. Dan tidak
menghiraukan sms dari Rosyad.
Setelah
berwudhu, Nadia bersimpuh di hadapan Rabbnya. Ia memohon petunjuk,
apakah sudah benar pilihan yang ia ambil untuk masa depannya ini. Ditengah
doanya yang panjang, tiba-tiba Nadia terisak.
Tangisnya tak bisa dihentikan. Ia sadar, tangisan sedihnya ini adalah akibat
perbuatannya sendiri. Ia menyesal telah mengizinkan komunikasi terjalin antara
dia dengan Rosyad begitu intens padahal cintanya belum halal.
“Nad
minggu depan ada pameran buku lho di Gramedia, mau datang?” sms Rosyad yang tak
pernah ada balasan.
“Nad
apa kabar?” Beberapa kali Rosyad mengirim pesan namun tak pernah ada balasan
meski setiap saat dia melihat handphone nya.
Rosyad
semakin bertanya-tanya tentang kondisi Nadia, dia akhirnya pergi ke sekolah
tempat Nadia mengajar.
“Maaf
boleh saya bicara?”Rosyad memohon izin kepada Shinta, teman dekat Nadia di sekolah itu.
“hey,
apa kabar? nyari miss Nadia ya, kebetulan dia
nggak ada jam ngajar hari ini”Jawab Miss Shinta.
“Alhamdulillah
baik. Iya Nadia ga bisa di hubungi, saya hanya ingin memastikan
keadaannya”Rosyad bicara dengan nada lemah.
“Oh
gak usah khawatir, dia sehat ko, cuma lagi libur aja”
“Alhamdulillah,
nanti kalau Nadia udah ngajar lagi, tolong sampaikan ya kalau saya
datang”
“siap”.
“Terima
kasih”
Rosyad
pun berpamitan dan melaju dengan motor besarnya.
Esoknya
miss Shinta bercerita tentang kedatangan Rosyad ke sekolah. Nadia semakin menyendiri karena bingung harus berbuat apa.
Berkali-kali Nadia mencoba untuk cerita ke mamahnya namun ia belum berani.
Akhirnya
Nadia meminta Rosyad untuk bertemu di masjid
agung Tasikmalaya. Setelah dua kali berganti angkot, akhirnya Nadia sampai di masjid agung megah itu.
“Rosyad
maafin saya, kita nggak bisa ketemu lagi kayanya.”
“kenapa?”Tanya
Rosyad
Nadia diam, bingung harus berkata apa.
“Nad kalau aku punya salah, aku minta maaf”pinta Rosyad.
“kamu
nggak salah ko, tapi aku ngerasa ini ga baik kalau kita intens ketemu.
Bagaimana juga perempuan dan laki-laki tetap ada batasannya”
“Memangnya
apa yang salah dengan persahabatan ini?”Rosyad penasaran.
“Aku......”suaranya
terbata-bata.
“Aku
suka sama kamu Rosyad”
Rosyad
kaget mendengar jawaban Nadia. Rosyad
sebenarnya telah lebih dulu menyukai Nadia, namun ia tak pernah
berani mengungkapkannya.
Nadia sudah tidak karuan seperti apa hatinya saat ini. Dia
malu karena harus mengungkapkan apa yang dia rasa namun semua sudah terjadi.
Rosyad masih terdiam memikirkan sesuatu.
“Pulang
yuk” pinta Nadia.
“Sebentar”
kata Rosyad.
Nadia
menatap wajah rosyad.
“Jujur,
aku pun sudah lama merasakan hal yang sama, aku nyaman aja sama kamu, tapi aku
nggak berani untuk ungkapinnya”
Sore
itu Nadia kembali menaiki angkot menuju rumahnya. dan Rosyad
berlalu bersama motornya.
Esoknya
hujan mengguyur sekolah sepanjang hari, di kantin sekolah Nadia cerita tentang pertemuan dengan Rosyad
kepada miss Shinta. Dia sangat mendukungnya.
Miss
Shinta bilang “Anggap aja Allah ngasih waktu buat kalian agar lebih saling
mengenal sebelum ijab qobul tiba. Nggak mungkin kan kalian membangun sebuah
keluarga bahagia tanpa saling mengenal satu sama lain. Iya sih kalian sudah
dekat lama, tapi kalian apa pernah membahas akan bagaimana saat nikah nanti.
Bagaimana kalau menghadapi masalah rumah tangga. Itu harus dipikirkan bersama
loh sebelum nikah.”
Rosyad
bukan laki-laki yang suka membuat wanita kegeeran dengan puisi atau kejutan,
namun seorang Rosyad yang sangat biasa itu telah membuat Nadia terjatuh. Ia lupa dengan apa yang ia pegang teguh
sejauh ini. Teman-teman ngajarnya selalu memuji Rosyad di hadapannya, di mata
mereka Rosyad adalah sosok laki-laki yang penyayang, juga dewasa.
“Jika
seorang laki-laki menyayangi ibunya, maka ia pasti akan menyayangi istrinya. Dan nggak banyak loh cowo yang sabar banget kaya dia,
waktu dirimu nggak balas sms, nggak mau ketemu, dia tetep nunggu dengan sabar, di
dunia ini cowo kaya gitu bisa dihitung jari” kata miss Shinta suatu hari.
Nadia semakin yakin dengan pilihannya, dan mulai ada
rasa kehilangan saat pertemuan untuk diskusi buku sudah terlalu lama tidak
mereka agendakan. Rasa yang belum halal itu cukup lama singgahi hatinya.
Malam
ini bintang ingin sembunyi, namun Nadia sudah tidak bisa menyembunyikan lagi
semua ini dari mamahnya.
“Maa....bisa bicara?”tanya Nadia setelah
mengetuk pintu kamar mama.
“tentu
sayang, sini masuk” mama melihat wajah anak kesayangannya yang tampak murung.
“Ini
serius mah”
“Iya
ada apa?”
“Hmmm...”Nadia
malah terdiam, mulutnya berat sekali untuk mengeluarkan kata-kata.
“Ada
masalah di sekolah kah?”
“Nggak
ko mah, semuanya baik”
“terus....???”
mama semakin penasaran.
“Nadia
suka sama seseorang”
“Wah
bagus dong, siapa?”
“Loh
ko bagus, mama nggak marah?”
“Kenapa
harus marah, kalau dia serius sama anak mama yang cantik ini ajak aja kerumah
biar mama ketemu dia”
“Ih
mamah....itulah masalahnya...”Nadia semakin bingung. Perasaan yang telah lama
dia sembunyikan dari orang tua nya akhirnya diungkapkan juga.
“Kenapa?”
“Dia
baik mah, kita udah lama deket tapi dia belum siap ke arah pernikahan”
“Alasannya?”
“Katanya
sih masih banyak yang harus dipersiapkan terutama pekerjaan nya sebagai
jurnalis yang belum beres kontrak”
“Sampai
kapan kontrak nya?”
“Nah
itu mah Nadia nggak tau dia sibuk banget sama kerjaan nya dan ga bisa ke arah
yang serius dalam waktu dekat bilangnya”
“Oh
begitu, yasudah kalau jodoh insya allah gak akan kemana”
“Nadia
tau mah, tapi dia bikin Nadia nyaman dan suka ngajak ketemuan, sering sms juga,
nadia seneng tapi sekaligus takut”
“Memang menyenangkan diperhatikan oleh orang
yang kita sukai, tapi selama belum halal, syaitan mengambil peran. Disitulah
lumpuhnya logika.”kata mamah.
“Mama.......” Nadia terisak dalam pelukan mamahnya.
“Ini
ujian ketaatan nak. Tetaplah sabar akan ketetapan Allah. Siapapun orang yang
hadir dalam hidup kita, pasti karena Allah bermaksud agar kita belajar sesuatu,
mengerti sesuatu hal, mama hanya bisa mendoakan yang terbaik buat anak mama”
tausiyah mama sambil memeluk bungsunya.
Nadia semakin terisak mendengar nasehat ibu yang
melahirkannya.
***
Tak
terasa pekan depan
sudah datang bulan ramadhan, sinetron islami pun sudah curi start. Nadia sudah
yakin dengan keputusannya setelah istkharah panjang beberapa hari ini. Nadia
meminta Rosyad untuk datang ke kafe tak jauh dari rumahnya. Mereka bertemu
kembali namun berbeda, sekarang tampak canggung.
“Apa kabar?”tanya
Nadia membuka percakapan.
“Alhamdulillah
baik, kamu gimana?” jawab Rosyad
“Alhamdulillah,
lagi seneng aja karena bentar lagi puasa.”
“Wah iya ya,
sayang aku harus pindah ke surabaya pas ramadhan ini.”
“Oh gitu, kok bisa
dadakan?” tanya Nadia seakan tak rela Rosyad pindah.
“Iya ada wartawan
disana yang resign jadi harus ada penggantinya, aku deh dipindahin.”
“Semoga itu yang
terbaik. O iya mumpung momennya pas, gimana kalau kita sama-sama belajar lagi
dan perbaiki diri kita masing-masing, semoga dengan begitu Allah bakal kasih
jalan terbaik buat kita”Nadia lega.
“Sebenarnya aku
juga bermaksud bilang gitu, aku yakin kalau kita jodoh pasti Allah pertemukan
lagi. Amin”
Sore
itu suasana menjadi sangat hening. Akhirnya mereka berjalan meninggalkan kafe.
Menuju rumah masing-masing.
Sejak
hari itu hanya Tuhan yang tahu kelak mereka bertemu kembali atau tidak. Nadia
melangkahkan kakinya menuju kamar dan bersembunyi dalam selimut tebal mencoba melupakan
lelaki yang dia sukai sejak SMP itu. Her first love
Wah jadi penasaran sama endingnya ini, ketemu gak yah rosyad sama nadia 😀😀😀
BalasHapusHehehe ini bingung sambungin ceritanya teh. Help help
Hapus