Kutemukan Keajaiban di RSCM


"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar."

(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 142)"


RSCM 2016


Malam ini tidak hujan. Namun langit pun tak berbintang. Lampu-lampu dari gedung pencakar langit seolah menerangi malam yang gelap.


"Tidur di mana ya malam ini?"tanya hati saya saat keluar dari mushola yang hendak dikunci sang marbot.


Selepas salat isya berjamaah di mushola rumah sehat itu, saya seorang diri menyusuri selasar RSCM.


Handphone saya pun sudah kehabisan baterai sejak sore. Di RSCM tidak mudah menemukan area listrik untuk sekedar ngecharge HP. 


Seharian ini saya full di rumah sehat yang selalu ramai dengan lalu lalang orang, baik pasien maupun keluarga pasien yang menemani berobat. Mereka sudah mengantre sejak pukul dua dini hari agar ada di barisan terdepan. Pasien BPJS memang seperti jalanan di Jakarta, selalu penuh.



Jadwal saya hari ini periksa gigi sebagai salah satu syarat sebelum tindakan operasi, kemudian persiapan kateterisasi. Semua itu butuh waktu yang tidak sebentar karena ada beberapa berkas yang harus diambil dibagian Pusat Jantung Terpadu(PJT), yang jarak antar PJT dan Poli Gigi sungguh tidak dekat.


Tiba-tiba saya teringat sama Teh Reni. Perawat senior di PJT ini sudah tak terhitung kebaikannya sejak penjemputan di stasiun bulan lalu. Kami belum saling kenal sebelumnya, tapi ibu 4 anak ini bagai malaikat, merawat dan memperhatikan saya tanpa pamrih, memilihkan dokter jantung terbaik, menandatangani berkas saat genting, mendampingi, dan memudahkan segala urusan saya. 


Saya akan selalu ingat hari pertama bertemu dokter Rubi di ruangannya.


"Dok, ini yeni sepupu saya" Kata Teh Reni.

"Reniii…punya sepupu sakit jantung dibiarkan aja, kenapa baru di bawa sekarang!" Suara dokter Rubi meninggi, tanda gemas sekali sama Teh Reni. Saya menghela napas panjang. Tak enak hati melihatnya, karena sebenarnya Teh Reni tak tahu apa-apa. Saya baru dikenalnya kemarin.


Sejak hari itu, setiap kali periksa, Dokter Rubi selalu bilang ke perawat yang mendampinginya, kalau saya sodaranya Suster Reni, sehingga semua proses pengobatan selalu dimudahkan, didahulukan, dan diutamakan. Allah mengaturnya dengan sangat indah.


 "Di manakah, Teh Reni?" tanya hati pada udara yang semakin dingin.


Sebagai pasien jantung, jalan kaki keluar RSCM untuk mencari penginapan di saat seperti ini sungguh bukan pilihan yang mudah. Badan sudah minta istirahat.


Sempat terbersit dalam hati, "Kenapa sih, Bapak sama Emak engga nemenin?" Tapi semua pikiran itu sia-sia. Hanya membuat hati ini pilu dan air mata lagi-lagi tak mampu dibendung.


Emak tidak mau saya di operasi. Entah seperti apa perasaannya saat itu, saya tak paham. Mungkin bukan hal mudah baginya, untuk menerima anak bungsunya harus di operasi jantungnya, sehingga emak meminta saya berobat alternatif saja. Sementara dokter sudah wanti-wanti jika tidak segera operasi, nanti kebocoran semakin membesar dan tidak bisa diambil tindakan apapun lagi. 


Ah saya benar-benar berpacu dengan waktu. Ingin sekali berlama-lama ngobrol dari hati ke hati dengan emak, namun setiap kali mencobanya selalu belum berhasil. Ujungnya, kami berdua hanya sama-sama menangis. Dan tak ada kata yang keluar. Pun tidak ada pelukan, yang selalu saya nantikan.


Bismillah, pasien ASD (Atrial Septal Defect) ini ingin sembuh. Saya pamit ke Bapak dan Emak. Kereta menjadi saksi perjalanan saya saat itu. Ada malaikat yang Allah kirimkan untuk menjemput di Stasiun Jatinegara, Teh Reni.


Masih di selasar yang mulai sepi dan gelap. Saya berdoa. "Ya Allah....terserah Engkau saja kaki ini mau melangkah ke mana"


Kemudian, saya ikuti saja kaki ini. Ada belokan saya belok, jalan lurus saya jalan saja terus. Kemudian sampai di pertigaan. Kanan arah keluar RSCM, kiri ke PJT, tempat kerja Suster Reni, saya berhenti di sana sejenak.


Dan kaki ini memilih masuk PJT, lalu menaiki lift, menekan tombol angka 5. Saya mantap mencari Teh Reni. Saya sudah sangat mengantuk, menanyakan ke staff disana, apakah ada Suster Reni. 


"Teh Reni belum datang, tunggu aja ya". Saya pun menunggu di kursi luar dan tak terasa sudah pulas tertidur disana. 


Beberapa saat kemudian,


"Yen...Yen...bangun" Terdengar seseorang membangunkan saya.


"Teh Reni telp dari sore enggak aktif nomor Yeni" kata Teh Reni cemas.


"Maaf Teh hp habis baterai, Yeni enggak tau mau tidur dimana teh"


"Teteh udah pesan dari siang ke temen teteh biar yeni ikut nginep di kosanya, belakang gedung ini, tunggu ya nanti bareng dia naik becak!" Masya Allah, seperti terhubung, Teh Reni sudah menyiapkan semuanya.


"Iya Teh, terima kasih!" air mata saya sudah mau netes. Kupeluk Teh Reni dan meninggalkan PJT untuk sementara.



Waktu berjalan cepat.


Semua persiapan sudah selesai dilakukan. Satu bulan sudah saya di rumah Teh Reni, di Cileungsi Bogor. Bahagia di sela-sela jadwal pemeriksaan, saya bisa menghabiskan waktu dengan bermain bersama anak-anak Teh Reni. Teh Syifa, Abang Fakhri, De Ika yang menggemaskan, soleh dan soleha. Kadang kami bermain sepeda, baca buku, main bola, ayunan, ke Madrasah, ke sekolah, kadang ke warung jajan sambil ngobrol apapun sepanjang jalan. Sungguh menyenangkan, membuat saya tidak ingat kalau saya pasiennya Dr. Rubi, Sp.JP.



H-1


Masih ada waktu 2 jam sebelum  masuk ruang rawat inap. Saya masih di lantai 1 bagian administrasi. Mengurus beberapa berkas persyaratan masuk ke kamar di lantai 5.  Dan siang ini, keajaiban itu hadir. Setelah di mediasi oleh kaka ipar dan semua kaka, juga sahabat-sahabat saya yang selalu sabar ngobrol dengan emak, akhirnya Bapak Emak meridhoi saya operasi. Finally, siang ini Emak, Bapak, dan semua kakak tiba di lantai 1 Pusat Jantung Terpadu RSCM. Saya menghujani Emak dengan pelukan sambil menahan tangis, tapi tidak dengan Emak. Emak meneteskan air mata.


"Terima kasih, Mak! sudah hadir di sini" bisik hati saya gerimis.


Hanya ada 1 orang yang boleh menemani di ruang persiapan tindakan. Saya memilih Emak yang menemani. Alhamdulillah ini menjadi malam yang begitu menenangkan, saat Emak ada di sisi. Begitupula dengan Teh Reni, seperti sudah Allah atur, hari ini masuk shift malam. 


Sepanjang malam ini, Teh Reni lah yang mengecek kondisi saya. Hingga esok pagi tepat pukul 07.00, setelah di suntik anestesi, Teh Reni bersama seluruh keluarga yang hadir mengantarkan saya ke lantai 2, ruang operasi. Setelah doa bersama, kami berpisah di pintu masuk. Saat petugas membawaku, kulihat wajah Teh Reni, Bapak, Emak, Teh Ihat, Aopik, Teh Empu, dan Teh Ida. Akankah kami bertemu kembali?


"Ya Rabb…bagaimanapun kondisinya, asalkan Engkau temani" lirih batinku hingga tak mengingat apapun lagi.


Sahabat, dalam hidup bukankah selalu bermunculan harap kepada manusia, terutama kepada orang-orang terdekat. Inginnya bapak atau ibu mengerti semua yang kita rasa. Inginnya, mereka melakukan seperti yang kita harapkan. Namun, seringnya saya sendiri tidak ingat bahwa, bisa jadi mereka pun punya peta sendiri.


Bukankah kita lebih sering "keukeuh"pada keinginan diri daripada diam sejenak memikirkan apa kira-kira mau Allah dari persitiwa ini. Garis kebenaran yang secara halus terus meninggi. Merasa benar sendiri dan cenderung menyalahkan keadaan atau orang diluar diri. 


Padahal jika saja sejak awal kita berazam saja "Ya Allah hari ini saya bangun karena izinmu. Maka saya mau manut saja sama keinginanMu."


Maka apapun yang hadir di hari itu, sudah tidak ada lagi enak dan tidak enak, karena semua adalah keinginan Allah. Jika ada persoalan hadir, kita pun meyakini bahwa itu milik Allah, kita hanya dititipi saja dan nanti Allah sendiri yang akan membereskannya.


Seringnya saat kita sudah merasa lemah tak berdaya, baru berserah kepada Allah. Maka merasa lemahlah setiap saat, merasa mentok lah sejak awal, agar hati semakin berserah ditumbukan pertama.


Alhamdulillah, untuk napas hari ini.




Bersama de Ika

Bersama Teh Syifa dan Bang Fakhry




Malam sebelum tindakan bersama Teh Reni

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI SAKIT SAAT MENSTRUASI DENGAN ENEMA KOPI

Fokus Kekuatan, Siasati Kekurangan!

Memaknai Keajaiban