Selamat Jalan, sahabatku.






Sunset senja ini pasti sudah mulai tenggelam di ujung pesisir pantai utara, merah saganya itu selalu membuatku jatuh hati akan kuasaMu ya Rabb. Namun sore ini, hati masih pilu, aku memilih untuk mengunci pintu kamar, menyendiri.

Aku masih saja teringat sahabatku Asma yang sudah satu bulan ini terbaring sakit. Ingin sekali setiap hari aku menemaninya seperti yang selalu dia lakukan saat aku sakit dulu. Namun masalah di tempat kerja yang tiba-tiba kian pelik membuat perhatianku teralihkan ke pekerjaan.

3 hari lalu aku menengoknya. Kondisinya sudah lebih baik jika dibandingkan waktu melihatnya di rumah sakit tempo hari. Meski agak tenang namun saat berpamitan pulang, setelah ku cium lembut keningnya, dia masih memegang erat tanganku, membuat kaki ini berat sekali untuk berdiri. Berat banget buat ninggalin dia dalam kondisi sakit. 

Sepanjang jalan pulang, aku menangis. Aku ingin banget nemenin dia namun esok harus kerja. Sebelum pasukan malam datang, terpaksa aku pamit juga. 

aku hanya bisa berdoa, doa panjangku kepada Allah agar Asma segera diberikan kesembuhan dan bisa sama-sama kerja lagi. Tak terasa, air mataku membasahi pipi lembutku.

tibalah hari dimana aku harus rapat dengan dewan direksi perusahaan Advertising dimana aku dan Asma bekerja. Meski sakit, Asma selalu support aku melalui Whatapps, dia bahkan pernah bilang kalau dia tak bermaksud lari dari tanggungjawab, ah kata-kata itu malah membuatku semakin merasa bersalah, karena saat dia sakit aku malah merepotkannya dengan meminta data-data pekerjaan yang selama ini dia simpan. Asma adalah sekretaris pribadiku sekaligus sahabatku sejak kami di bangku kuliah.

Hatiku tak pernah setegang ini memasuki lobi perusahaan. Namun aku sudah siap dengan semua data yang diminta oleh ketua dewan direksi. Aku yakin permasalahan ini hanya kesalahpahaman yang ditimbulkan karena kurangnya komunikasi diantara jajaran departemen di bagian marketing. Aku juga salah, karena saking sibuknya di lapangan, selalu menunda untuk presentasi di kantor pusat.  Bismillah saja. Pagi ini, ruangan direksi masih sepi. Aku yakin Ibu Anita sebagai ketua dewan masih diperjalanan menju kesini.
Jarum jam sudah di angka 11 namun belum juga ada kabar tentang kedatangan ibu Anita. Aku masih menunggu bersama resepsionist yang berseragam kuning. Sesekali kami mengobrol. Namun tiba-tiba telpku berdering.

“Nad.....Asma nad”terdengar suara tangis dari ujung telp.

“Asma kenapa bunda?”tanyaku
“Asma sudah dipanggil Allah”suara bunda membuatku terkulai dilantai.
"Innalillahiwainnailaihirajiun"lirihku dalam pedih.

Air mataku tumpah.

Aku belum pernah merasa serapuh ini. Langit rasanya runtuh menimpaku. Aku terisak dan resepsionist itu memelukku erat.

Siang itu, matahari sudah di ubun-ubun. Aku melaju bersama mobil kantor kerumah Asma. Di perjalanan yang terasa sangat lama aku terus beristigfar sambil berderai air mata dan berucap “Allah jangan allah, allah jangan ambil orang yang aku sayangi itu, jangan allah jangaaaannnn, jangan ambil Asma allah....” Rasanya ingin sekali menghentikan malaikat maut. Tidak rela, tidak rela jika Asma diambil.

Di rumahnya, semua orang sudah sibuk untuk memandikan jenazah. Aku masih belum percaya. Ku cium keningnya dan kedua pipinya yang lembut seperti 4 hari lalu, sama diruangan ini. Sore itu saat aku benar-benar pamit, Asma melambai-lambaikan tangannya padaku, rupanya itu pertemuan terakhir kami di dunia. Mengingatnya membuat dadaku begitu sesak. Aku menyesal teramat dalam, kenapa sore itu tak menginap saja, kenapa tak maksimal nemenin dia, kenapa....kenapa tak pernah berterima kasih atas segala kebaikannya. 

Aku terus mengutuki diri, sambil berlinang air mata. 

Aku tak pernah merasa sebersalah ini. Menyadari kekurang perhatianku terhadap sahabatku itu, dia separuh hidupku. Dia selalu ada untukku. Namun aku sudah lama jarang sekali memperhatikannya, bahkan tidak tahu bahwa sakitnya makin serius. Kesibukan di tempat kerja akhir-akhir ini tak sadar telah membuat jarak diantara kami.

Aku yakin bunda memahami kesedihanku, direngkuhnya diriku, dibiarkannya aku sesenggukan dipelukannya.

“Sabar Nak, serahkan semuanya ke Allah, ini sudah kehendakNya, lebih baik berdoa buat Asma. Ya?”

Mendengar kata-kata bunda yang terlihat tegar itu membuatku agak tenang. Lalu aku bergabung untuk memandikan jenazah di belakang rumah.

Langit pun ikut menangis, gerimis sejak pagi tadi belum juga usai saat pemakanan Asma dilangsungkan esok harinya.

Tetes demi tetes air hujan mulai turun. Air mataku pun terus menetes seolah berkejaran dengan air hujan. Pemakaman terasa begitu sunyi, kelak aku lah yang akan di posisi ini. Tausiyah ayahanda Asma yang juga sudah seperti ayahku itu terasa amat dalam mengingatkan tentang malaikat yang bertugas untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan di alam kubur.

“Wahai Asma, tenanglah dan jawablah saat malaikat datang nanti dan bertanya” “Siapa Tuhanmu?”
“Siapa Rasulmu?”
 “Apa agamamu?”
 “Siapa imammu?”
“ apa kitabmu?”

Ya Rabb, rasanya tausiyah itu benar-benar untuk kami yang masih hidup agar mempersiapkan bekal sejak sekarang. Usai dzikir dan doa bersama, kami meninggalkan pemakaman, Kaki berat sekali untuk melangkah, namun aku berusaha bangkit dari sana. Selamat jalan Asma, sahabat yang tak pernah sekalipun mengecewakanku. Kaulah contoh sederhana dalam hidup, yang benar-benar zuhud pada dunia, kau selalu bilang tak inginkan apa-apa selain Allah. Hujan pun reda saat aku melangkah pulang, menyusul bunda yang sudah beberapa langkah di depanku.

Di rumah, aku belum bisa menghentikan tangisku. Penyesalan semakin besar saat teringat semua peristiwa sebelum berpulangnya Asma. Rasanya ingin memutar waktu dan meninggalkan pekerjaan untuk merawatnya selama sakit. Bunda bercerita bahwa Asma sudah berhari-hari tidak masuk makanan. Itu membuat ususnya luka.

Kesedihan terasa meluap. Tidak rela rasanya sahabatku yang selalu ceria dan baik ke semua orang itu pergi lebih dulu. Mataku bengkak karena terlalu banyak menangis. Aku sudah tidak pedulikan penampilanku beberapa hari ini.

Aku paham bahwa kematian itu sudah Allah tentukan kapan waktunya, aku tak bermaksud menyesali takdir Allah. Tangisan ini lebih merupakan wujud rasa sesal karena selama ini terlalu fokus ke kerjaan yang sebenarnya hampir selesai. Namun kepergiannya telah mendahului rencanaku untuk merawatnya seusai rapat dewan direksi hari itu.

Ya, aku bukan sahabat yang baik. Selama ini Asma terus yang selalu memberi. Melakukan yang terbaik dalam pekerjaan juga memperhatikanku diluar urusan kerjaan. Namun apa yang aku lakukan?tidak ada. Aku selalu cuek. Saat awal sakit, bahkan aku tak tahu kalau Asma sudah 4 hari di rumah sakit. mestinya aku lebih perhatian padanya.

“Asma...maafkan aku, aku sayang banget sama kamu”Isakku bercampur haru.


Semoga Allah memberikan syurga, amin. Semoga kelak kita bisa berjumpa lagi. Aku ingin sekali berjumpa dan berkumpul lagi denganmu Asma, ditempat yang lebih membahagiakan dan kekal, tempat yang disana tak ada perpisahan, tak ada rasa sakit.  

Aku terdiam di pelataran rumah. Hatiku terus bertanya, kenapa manusia selalu begitu, sering merasa membutuhkan seseorang justru setelah ia pergi. Bahwa segala sesuatu menjadi begitu berarti ketika mereka sudah tidak ada. Tiba-tiba disengat rindu luar biasa, juga perasaan menyesal yang amat terlambat.

Kini aku menyadari bahwa hidup manusia didunia bersifat sementara. tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati Setiap yang bernyawa akan merasakan mati dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya(Qs.3:185).  

Kematian telah ditentukan waktunya (Qs.63:11,) “Katakanlah (Muhammad) “aku tidak kuasa menolak mudharat maupun mendatangkan manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki” bagi setiap umat mempunyai ajal (batas waktu) apabila ajalnya tiba mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun”(QS.10:49) 

Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar (Qs.62:8) meskipun ia berlindung dibalik benteng yang kokoh atau berlindung dibalik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada dimuka bumi ini (Qs.4:78).

Kematian bukan persoalan dimana,kapan, dengan cara apa, akan tetapi dalam keadaan apa kita dimatikan? Karena kematian bukan akhir kehidupan manusia akan tetapi awal dari kehidupan yang kekal abadi (Qs. 6:2, 23:15-16, 22:7)

Kesadaran bahwa hidup didunia adalah sementara maka janganlah kita mati kecuali dalam keadaan muslim (Qs.2:132, 3:102,) karena kepadaNya kita kembali…inna ilaihi roji’un.
Selamat jalan sahabatku.
Asma Nur Hasanah.
Alfatihah

17 September, 2017.

KAU SAHABAT, KAU TEMAN SEJATI
Telah tiba saat waktu kau tinggalkan kami
Kerana takdir Yang Maha Esa telah menetapkan
Sedih rasanya hati ini bila mengenangkan
Kau sahabatku kau teman sejati

Tulus ikhlasmu luhur budimu bagai tiada pengganti
Senyum tawamu juga katamu menghiburkan kami
Memori indah kita bersama terus bersemadi
Kau sahabatku kau teman sejati

Sudah ditakdirkan kau pergi lebih dulu
Disaat kau masih diperlukan
Tuhan lebih menyayangi dirimu
Ku pasrah atas kehendak Yang Esa

Ya Allah, tempatkannya ditempat yang mulia
Tempat yang Kau janjikan nikmat untuk hambaMu
Sahabatku akan kuteruskan perjuangan ini
Walau ku tahu kau tiada disisi

Perjuangan kita masih jauh beribu batu
Selagi roh masih dijasad hidup diteruskan
Sedih rasa hati ini mengenangkan dikau
Bagai semalam kau bersama kami

Moga amanlah dan bahagia dikau disana
Setangkai doa juga fatihah terus kukirimkan
Moga disana kau bersama para solihin
Kau sahabatku kau teman sejati

Komentar

  1. Innalillahi wainailaihi rojiun. Masya Allah, jadi tausiyah kematian juga buat saya. Makasih mba tausiyah nya.. :(

    BalasHapus
  2. Sedih ya, berpisah dgn teman dekat. Semoga nanti bisa kumpul kembali ya mba di syurgaNya

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiiin ya allah...kalau ngajar masih kerasa banget kehadirannya, kebiasaannya disini

      Hapus
  3. Jadi mewek nih, pasti sangat kehilangan ya kalau sosok sahabat menghadap ilahi. Memang maut tak ada yang tau kapan datangnya. Selalu memperbaiki diri agar kapan aja siap dipanggilNYA

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiin. kehilangan banget karena kita pernah tinggal bersama juga

      Hapus
  4. Innalillahi wa innailaihi rojiun, kerasa banget sedihnya teh pas baca, aku juga belum lama ini baru ditinggal nenek secara tiba-tiba. Ah umur memang tidak pernah ada yang tau ya teh, tapi kadang kita lupa mempersiapkan diri, semoga Alloh senantiasa mengingatkan kita untuk menjadi umat-Nya yang lebih baik. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin ya allah. Turut berdika juga atas meninggalnya nenek. Smga amal ibadah beliau diterima disisi Allah. Terima kasih teh tiwi.

      Hapus
  5. Turut berduka mba yen.. smga miss us dpt tmpt terbaik disisi-Nya.. aamiin
    Yg kuat ya mba yen

    BalasHapus
  6. allaahummaghfirlaha warhamha wa'afiha wa'fu'anha..

    BalasHapus
  7. Kehilangan sahabat yang mendekatkan ke Allah itu rasanya, kematian memang tak tahu kapan menghampiri ya. Semoga amal ibadah beliau diterima oleh Allah SWT, Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thousand of words cant explain how much we love her, she is like a hug of a mother, hands of best friends and laugh of happiness..
      Allah knows she is more than an angel for us..
      Empiness comes as her leaving. May Allah gives her best place..

      Hapus

Posting Komentar

Thanks for reading. Sharing is caring

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI SAKIT SAAT MENSTRUASI DENGAN ENEMA KOPI

Fokus Kekuatan, Siasati Kekurangan!

Memaknai Keajaiban