Memahami Zona Nyaman Laki-Laki, Pak Cah

*MEMAHAMI ZONA NYAMAN LAKI-LAKI*


Secara umum, laki-laki cenderung memiliki “zona nyaman” dalam suatu hubungan. Sebelum memiliki isteri, ia berusaha mendapatkan isteri yang ideal menurut standar kelelakiannya, dan untuk itu ia rela melakukan apapun demi mendapatkan calon pendamping hidupnya.

Banyak lelaki berusaha mengejar dan mendapatkan perempuan yang menarik dan membuatnya tergila-gila, yang diharapkan menjadi isteri. Ia melakukan berbagai usaha agar bisa mendapatkan perempuan tersebut, walau kadang harus bersaing dengan banyak lelaki lain.

Namun setelah memiliki isteri, laki-laki mulai memasuki zona nyaman. Ia merasa aman, tidak perlu mengejar atau melakukan usaha untuk mendapatkan pendamping hidup, karena sudah ada di sampingnya.

Ketika sudah memasuki zona nyaman dalam hubungan, laki-laki merasa bisa fokus pada hal lain dalam hidupnya tanpa harus memusingkan lagi urusan mencari pendamping hidup. Ia bisa fokus pada karier, pekerjaan, organisasi, hobi, dan lain sebagainya, dan yakin bahwa isteri juga nyaman berada di sampingnya.

Pada beberapa kalangan suami, ketika sedang berduaan dengan isteri, tidak masalah bila dia asyik membaca berita e-news, bekerja di laptop, dan isterinya pun asyik membaca buku atau memainkan gadget. Saling sibuk dan asyik mengerjakan urusan masing-masing, adalah sebuah kedamaian dan kebahagiaan tersendiri bagi beberapa kalangan laki-laki.

Baginya, itu sudah lebih dari cukup. Maka laki-laki terkesan berubah menjadi lebih cuek setelah menikah, padahal itu artinya dia sudah merasa nyaman dan stabil dengan isterinya.

Sikap seperti inilah yang oleh kebanyakan isteri disebut sebagai tidak romantis dan tidak peduli. Di mata isteri, suami kehilangan romantisme setelah berumah tangga, apalagi ketika sudah menempuh masa yang panjang.

Padahal suami merasa tidak ada yang berubah dari dirinya. Bahkan dia merasa sudah sedemikian nyaman hidup berumah tangga, dan heran mengapa sang isteri masih mencari-cari kekurangannya.

Di sisi lain, perempuan memerlukan “perhatian yang konsisten” dalam suatu hubungan. Isteri ingin diperlakukan secara romantis, sedikit dicemburui, dirayu, dipuji, butuh bermesraan, dan lain sebagainya. Apalagi bila sebelum menikah dulu si laki-laki sudah tampak romantis, maka perempuan memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa suaminya akan semakin romantis setelah menikah.

Banyak perempuan menginginkan romance dan drama dalam suatu hubungan, dia ingin melihat suaminya berusaha membahagiakan dirinya. Bahkan cukup dengan melihat usahanya saja, perempuan sudah merasa bahagia. Karena itu, ketika sedang berduaan, wanita akan mengeluh bila suaminya  asyik bekerja di laptop atau memainkan blackberry tanpa mempedulikannya.

Ketika isteri sedang berduaan dengan suami di rumah dan melihat suami sibuk melakukan aktivitas di komputer atau handphone, isteri akan berpikir, “Mengapa aku dicuekin begini? Sudah dia super sibuk, jarang di rumah, begitu di rumah malah asyik dengan aktivitasnya sendiri. Mungkin dia sudah tidak sayang lagi padaku.”

Padahal yang ada di dalam pikiran suami adalah, “Ada kamu di sini saja, aku sudah senang. Sekarang aku bisa beraktivitas dengan tenang.”

Isteri berpikir, “Kenapa asyik dengan laptop atau handphone saat berduaan dengan aku? Kamu kan bisa melakukan itu saat di kantor. Mengapa engkau tidak peduli kepadaku?”

Sementara suami berpikir, “Kenapa harus nungguin aku yang lagi kerja di laptop? Kamu kan bisa mengerjakan hal lain, nonton TV, baca koran atau baca buku atau apapunlah yang menyenangkanmu.”

Apabila berulang kali mengalami kejadian seperti ini, isteri akan mulai mengeluh pada suami. Lama kelamaan keluhan ini berubah menjadi tuntutan. Tanggapan suami biasanya tersinggung dan membela diri, karena merasa tidak melakukan kesalahan apapun.

Isteri menuduh suami tidak peka, tidak romantis dan tidak pengertian, sedangkan suami menuduh isteri banyak menuntut dan mencari-cari masalah. Akibatnya pertengkaran pun terjadi dan saling menyalahkan satu sama lain. Hanya karena keduanya tidak mengerti kebutuhan pasangannya, dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Keduanya hanya perlu dilatih dan dibiasakan untuk saling mengerti, saling memahami dan saling kompromi. Bila suami dan istri sudah mengerti apa yang dibutuhkan pasangannya, maka solusinya menjadi mudah mereka dapatkan. Yang diperlukan adalah kesediaan suami dan isteri untuk selalu berusaha memahami pasangan, dan kemudian menentukan titik kompromi yang paling mungkin atas perbedaan yang terjadi di antara mereka.

Para isteri harus mengerti kecenderungan umum laki-laki dalam mengapresiasi sebuah hubungan, demikian pula para suami harus mengerti kecenderungan umum perempuan. Mereka berdua akan lebih mudah menyesuaikan diri, karena mengerti mengapa perbedaan sudut pandang ini bisa terjadi. Kompromi lebih mungkin dilakukan antara suami dengan isteri, apabila keduanya sudah saling memahami dengan baik keinginan pasangannya.

Contoh kompromi itu adalah, suami dan isteri menyediakan waktu-waktu khusus untuk tidak boleh ada gangguan dalam hubungan. Misalnya hari tertentu atau jam tertentu, suami dan isteri tidak disibukkan oleh pekerjaan dan aktivitas masing-masing. Bisa duduk, bercengkerama, bercanda berdua dengan leluasa. Tanpa diganggu smartphone, laptop, koran, majalah, TV dan lain sebagainya.

Waktu-waktu yang istimewa dan spesial, dimana mereka bisa leluasa mengobrol dan memperbincangkan apa saja tanpa diganggu oleh kesibukan masing-masing.


By PakCah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI SAKIT SAAT MENSTRUASI DENGAN ENEMA KOPI

Fokus Kekuatan, Siasati Kekurangan!

Memaknai Keajaiban