LDM Telah Melatih Kemandirianku

Bismillah

Menjalani LDM  (long distance marriage) sejak awal menikah tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya sebagai perempuan pastinya memimpikan hidup bersama pasangan di rumah sendiri, selalu berdua, pagi menyiapkan sarapan sebelum suami berangkat kerja dan sore menyambut dia pulang kerja dengan senyum manis di depan pintu.  Ternyata itu masih hanyalah impian. Nyata nya saya menikah dengan seseorang yang bekerja di Jakarta dan saya harus tinggal bersama ibunya di Indramayu . So, sejak awal menikah saya harus terbiasa ditinggal suami.

Hampa.

Hampa hati setiap kali suami meninggalkan rumah untuk kembali bekerja. Saya hanya bisa mengurung diri di kamar. Rasanya Jam dinding tiba tiba berhenti berdetak. Kipas angin pun seolah tak berputar lagi. Hampa dan sunyi. Saya mati rasa. Air mata tak terasa membasahi pipi. Penuh drama sekali setiap ditinggal suami. Meskipun itu sudah berlangsung satu tahun. Tetap saja rasanya amat hampa.

Alhamdulillah kini menjelang dua tahun pernikahan kami, allah menitipkan bayi mungil nan cantik dan pertama kalinya hampa itu berkurang saat suami harus bertugas lagi. Ade kecil ternyata telah mengisi kekosongan hari hari tanpa suami di rumah.

Terlepas dari perasaan kehilangan saat menjalani LDM,  kabar baiknya adalah saya menjadi perempuan yang mulai mandiri. ...

Jujur sebelum menikah, saya tak pernah masak. Saya jarang cuci baju. Saya juga jarang banget ke pasar untuk beli sayuran. Duh malu, entah karena anak bungsu tapi ibu saya tak pernah marah dan nyuruh saya melakukan pekerjaan rumah. Saat berubah status menjadi istri dari seseorang, maka saya harus terbiasa dengan tugas tugas domestik itu.

LDM  Telah Melatih kemandirian  si bungsu ini. Saya mau mengerjakan pekerjaan domestik. Kenapa? Suami biasanya kalau libur kerja nggak lama. Dua hari, atau paling lama satu minggu. Nah karena waktu yang terbatas itu saya harus manfaat kan untuk melayani dengan sebaik mungkin.. Termasuk soal makan nya. Saya ingin suami makan dari masakan saya. Saya ingin mencuci dan menyetrika pakaian suami saya dan menyiapkan segala keperluan nya untuk dibawa ke Jakarta. Itulah awal saya ingin melakukan semua sendiri.

Kebiasaan itu berlanjut saat suami tak di rumah. Saya lebih suka masak daripada beli makan di luar.

Itulah awal saya terbiasa melakukan kerjaan domestik.  Well, semua ternyata memang ada kebaikan nya. Termasuk hari ini, saya sudah beres memandikan ade bayi jam 8.30 dan biasanya setelah itu ade tertidur lelap karena di bedong mungkin jadi anget dan ngantuk. Jam ade bangun biasanya jam 10/11. Saya manfaat kan jeda waktu itu buat masak. Saya masak ayam ungkeb dan ayam bumbu kuning plus cabe merah dikasih santan.



Alhamdulillah saat ade terbangun masakan sudah matang. Jadi saya bisa makan kapanpun. Apalagi saat menyusui begini sering banget merasa lapar. 

Mandiri ternyata tidak bisa instan. Harus ada motivasi kemudian konsisten maka kita akan merasa itu bukan sesuatu yang berat lagi. Tapi akan cinta melakukan semua itu. Selain motivasi yang kuat dan konsisten. Keteladanan juga sangat penting dalam hal membiasakan sesuatu yang baru termasuk soal kemandirian. Nah, suami saya tipe yang suka kebersihan dan kerapihan. Suami kalau melihat kamar berantakan langsung beres beres, yah lama lama saya malu dan bertekad buat beresin sebelum suami melihat rumah berantakan. Alhamdulillah suami juga sering membantu urusan domestik seperti mencuci piring.  Ah dia memang selalu meluluhkan hati ini. 

Oke deh itu dulu ya cerita hari pertama tantangan melatih kemandirian ini. 
Alhamdulillah sampai jumpa besok.

#hari1
#tantangan10hari
#gamelevel2
#kuliahnbundasayang
#melatihkemandirian
#institutibuprofesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENGATASI SAKIT SAAT MENSTRUASI DENGAN ENEMA KOPI

Fokus Kekuatan, Siasati Kekurangan!

Memaknai Keajaiban